daeng Azis |
Lalu siapakah sebenarnya Daeng Azis ? Mungkin seperti orang Indonesia yang tidak suka menonjolkan diri, Daeng Azis pun lebih suka bersembunyi. Hanya bawahannya saja yang ada di baris depan menyelesaikan tantangan. Daeng Azis seorang perantau, datang ke Jakarta tahun 1980-an untuk merubah nasibnya.
Dari Makassar Daeng Azis muda memulai peruntungannya, ia tiba di Kalijodo, karena disitu adalah banyak orang-orang perantau dari Sulawesi terutama dari suku Bugis dan Mandar berada.
Memulai usaha apa saja ia lakukan untuk bertahan hidup, disamping itu Daeng Azis muda sempat malang melintang dalam dunia preman. Meskipun preman kelakuannya namun ia selalu bersikap baik pada siapa saja, siap menolong teman sesama preman maupun orang biasa.
Dari sana gelar Daeng yang dalam bahasa Bugis berarti kakak ia dapatkan. Lama kelamaan berkat nama besarnya kala itu Daeng Azis dipercaya oleh warga Kalijodo menjadi kepala keamanan Kalijodo. Banyak teman dan mantan musuh ia organisir untuk kepercayaan itu, apapun yang Daeng Azis dan kelompoknya lakukan tak menjadi madalah bagi warga Kalijodo. Saat itu Kalijodo sudah merupakan kawasan lokalisasi dan juga tempat perjudian yang dilegalkan pada masa Gubernur Ali Sadikin menjabat.
Daeng Azis mulai mengais rejeki dari dunia malam Kalijodo, dengan menjalankan bisnis perjudian. Sempat menjadi bandar judi namun bukan Daeng Azis yang menjadi bos, melainkan seorang oknum aparat.
Tak heran memang pada jaman itu banyak aparat membackingi kegiatan ilegal, dengan memanfaatkan hukum itu sendiri.
Kalau anda teman saya (aparat) dan anda punya usaha yang melanggar hukum serta beronzet besar, maka anda harus kasih upeti agar anda selamat dari tuntutan hukum, begitu kira-kira aturannya.
Tingkat persaingan ketiga kelompok preman ini sangat keras. Berulangkali terjadi bentrokan antar kelompok tersebut.
Ketika Sutiyoso menjabat Gubernur DKI tahun 1998, Kalijodo dibersihkannya. Semua germo ditangkap dan dipenjarakan para preman pun tak sempat menyusun kekuatan untuk melawan, merekapun kocar kacir.
Daeng Azis masih beruntung lolos dari penangkapan, dia menghilang entah kemana.
Menyusun kekuatan kembali
Beberapa waktu berlalu sementara para penghuni Kalijodo yang tidak pulang kampung akhirnya menempati sisi lain dari Kalijodo yang telah digusur. Kali Angke yang memisahkan Kalijodo baru dan yang lama. Disisi Kalijodo lama dibangunlah jalan layang, sementara itu kehidupan Kalijodo baru mulai menggeliat, meski masih tetap menempati lahan milik pemerintah.
Daeng Azis pun mulai menata lagi kehidupannya, seiring dengan semakin ramainya Kalijodo lagi. Bisnis prostitusi pun berkembang lagi, banyak dibangun lapak pedagang, perumahan, maupun usaha hiburan. Daeng Azis yang semula hanya menjadi kepala keamanan tak resmi Kalijodo, mulai memilih mendirikan tempat hiburan. Ia mendirikan usaha kafe disitu, tentu dengan bantuan aparat pemerintahan. Sebab tetap saja daerah bantaran sungai Kali Angke tempat Kalijodo berada adalah milik pemerintah daerah. Bagaimana bisa Daeng Azis dan lainnya bisa membangun sejumlah bangunan disitu, itulah salah satu kepintaran Daeng Azis dalam mendekati aparat setempat.
Sejalan dengan kebutuhan hiburan malam, apalagi tanpa harus mengeluarkan duit yang banyak, maka Kalijodo pun bersinar lagi.
Kemudian banyak lagi kafe lain bermunculan, dan persaingan lagi-lagi dimulai. Mulai dari rebutan lahan, rebutan pengaruh, sampai rebutan pendistribusian kebutuhan pokok suatu tempat hiburan yaitu miras. Semula beberapa keributan tersebut dapat diselesaikan dengan baik, semua sepakat berdamai dan akan saling menghormati. Namun bukan Daeng Azis namanya kalau hanya menjadi penjual bir kecil-kecilan, harus lebih dari itu. Dia sudah paham betul dengan seluk beluk bisnis dunia hitam macam ini. Karena keuntungan dari bisnis ini memang besar, namun 70% dari keuntungan tersebut harus dibagi-bagi untuk "orang lain". Dengan demikian bisnis tetap lancar tanpa gangguan dari pihak berwajib.
Pada suatu ketika Daeng Azis dipercaya menjadi distributor produk bir, lalu menjadi pemasok utama seluruh kafe di Kalijodo.
Dengan cepat Daeng Azis mendapat kesuksesan bisnisnya, dari itu ia berhasil mendirikan kafe besar yang dinsmainya " kafe INTAN". Didalamnys tersedia hiburan live music, ada miras dan lain-lain, termasuk para wanita PSK. Di lantai teratas dari tiga tingkat gedung kafe Intan itulah biasa para PSK melayani tamu mereka.
Hampir tiap malam Daeng Azis berada di kafenya, mengawasi dan ikut mengoperasikan kafenya. Sementara anak buahnya hampir merata tersebar disetiap pintu kafe dan gerbang masuk Kalijodo. Setiap orang yang mau masuk ke kawasan Kalijodo benar-benar diawasi dengan ketat, tidak boleh sembarang orang bisa masuk. Yang pasti hanya pelanggan dan orang yang ingin menghibur diri dipersilahkan masuk. Selain itu anak-anak tidak boleh masuk namun jika usianya sudah lebih dewasa baru boleh masuk ke Kalijodo. Dengan menerapkan peraturan tersebut puluhan usaha bisnis di Kalijodo bisa berjalan tanpa halangan.
- Jika kurang berkenan dengan tulisan ini, silahkan menuliskan komplain di kotak komentar yang tersedia.
Daeng Azis Preman Kalijodo yang terjungkal
Reviewed by seno
on
10:26:00
Rating:
Sekarang kalijodo tinggal kenangan...semoga tempat seperti kalijodo tidak ada lagi di ibukota
ReplyDeletekali jodo, dulu sayasempat di jakarta, tapi saya tidak pernah tahu tempat itu yah, hanya dari berita saja mendengar beritanya. syukurlah kalau sudah pada bubar mah, terutama jangan sampai ada lagi daeng-daeng yang lainnya.
ReplyDeletesemoga aja tidak ada premanisme lagi di Indonesia biar sejahtera aman dan sentosa.
ReplyDeletecuma tinggal kenangan
ReplyDeleteSemoga kedepannya Daeng Azis mendapatkan pekerjaan yang halal ya, aamiin :)
ReplyDeletewah, membahas OM Daeng aziz.. Apa kabarnya ya sekarang? tinggal dimana? lagi ngapain? hehehe
ReplyDeletenama blognya unik.... :))
bang kok dapet aja sih artikel ini, bikin saya jadi punya persepsi baru
ReplyDeleteGa pantes ah disebut daeng. Daeng itu kan sebutan untuk orang terhormat...
ReplyDeletehmm gini toh ceritanya daeng azis
ReplyDeleteOh ini to yang namanya daeng azis itu.
ReplyDelete