source gambar internet |
Setiap kali pemilu datang tensi dalam masyarakat semakin naik. Intrik-intrik politik da isu-isu terdengar bersliweran, banyak yang tak terpengaruh juga sebenarnya. Bagi masyarakat awam tentu saja mereka tak terlalu menjadi perhatian yang amat, mereka akan terus bekerja dan beraktifitas seperti biasanya. Namun bagi yang paham dan terlibat langsung dengan pesta rakyat itu tentunya mereka penuh kesibukan. Rapat sana sini mempersiapkan calon masing-masing.
Banyak tercipta kegiatan ekonomi masa-masa pemilu mulai dari perusahaan percetakan, usaha sablon dan pembuatan baliho banyak mendapat orderan. Bagi para pengerah massa dalam kampanye bagi calon konstituen maupun calon pemimpin tentu juga kebagian berkah. Putaran uang yang jumlahnya lumayan mengalir dari atas ke bawah. Tak ketinggalan pula para preman-preman petualang ikut meramaikan suasana pemilu tersebut, peran kecil mereka sedikit banyak turut mendongkrak popularitas para calon.
Sementara bagi para pemilih, kesempatan untuk turut menentukan arah kebijakan pemerintahan demi kesejahteraan dan perubahan, terbuka lebar. Beberapa alasan pemilih datang ke tempat pemilihan calon atau tempat pencoblosan (karena milihnya mesti pakai coblosan ) diantaranya :
- Karena sudah terdaftar sebagai pemilih dan telah menerima undangan resmi.
- Pemilih sudah memahami benar perlunya ikut mencoblos.
- Partisipan pemilih datang memilih karena punya hubungan khusus dengan salah satu calon, entah itu pertemanan ataupun famili untuk ikut mendukung penuh sang calon.
- Pemilih yang datang karena mendapat sesuatu dari pihak tertentu.
- Partisipan pemilih datang karena sebab lain, misal hanya ikut-ikutan atau takut dan lainnya.
Isu yang paling menonjol ketika pemilu tiba adalah saat masa kampanye memasuki masa tenang. Serangan fajar, isu ini begitu populernya hingga bisa saja isu adanya serangan fajar digunakan sebagai kampanye hitam untuk saling menjatuhkan. Lantas apa itu yang dimaksud dengan "serangan fajar" ?
Istilah serangan fajar dipopulerkan lewat film-film nasional yang bertemakan perjuangan waktu itu. Film "Enam Djam di Djogja" tahun 1951, karya sutradara terkenal Usmar Ismail serta film "Janur Kuning" tahun 1979 karya Alam Rengga Surwadjaja, yang mengisahkan serangan umum 1 Maret 1949 atas kota Yogyakarta untuk menunjukkan eksistensi Republik Indonesia.
Lebih ditegaskan lagi dengan muncunya film karya Ariffin C Noer berjudul "Serangan Fajar" tahun 1982, yang dengan jelas menggunakan istilah 'serangan fajar', dikisahkan bahwa serangan umum tersebut dilakukan pada pagi hari dimana sirine tanda jam malam usai. Bunyi sirine tadi digunakan sebagai tanda dimulainya serangan secara serentak dari pelbagai penjuru kota Jogja. Tentara republik berhasil merebut kota dan menguasai kota Jogja meski hanya selama enam jam saja.
Begitu heroiknya momen dalam film tersebut hingga merasuk ke dalam jiwa penonton, hingga pula istilah 'serangan fajar' sering dan selalu digunakan maupun ditularkankan dalam kehidupan sehari-hari di waktu selanjutnya.
Bila dihubungkan dengan politik pada masa kini dan dengan pemilu atau pilkada, maka istilah serangan fajar muncul sebagai bentuk politik uang, yang dilarang oleh undang-undang pemilu. Serangan fajar yang dimaksud adalah pemberian amplop berisi uang dengan mendatangi langsung dari rumah ke rumah para pemilih dan menawari mereka amplop agar si empunya rumah mau memilih pada si pemberi amplop.
Hal itu biasa dilakukan pada malam hari selama masa tenang, bila waktu pencoblosan tinggal satu hari pemberian amplop itu sampai dini hari. Disinilah istilah serangan fajar sebenarnya lebih tepat digunakan.
Serangan fajar kadang dilakukan oleh semua calon dengan 'orang suruhan'-nya masing-masing. Sehingga sampai ditangan pemilih sering terjadi tawar menawar seberapa banyak amplop akan berpengaruh dalam pencoblosan nantinya.
Adakalanya 'serangan fajar' itu hanyalah isu semata, didalam masyarakat kampung sering pula dibentuk penjaga khusus anti serangan fajar. Mereka akan mencurigai dan menangkap setiap orang yang belum dikenal yang datang bertamu ke kampung mereka. Keributan kecil acapkali terjadi terkait adanya serangan fajar.
Dalam masyarakat yang masih belum sejahtera sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dalam hal ini adalah tentang pemilu. Tentang cara meraih suara sebanyak-banyaknya yang melawan hukum.
(Tabuhgong)
Lebih ditegaskan lagi dengan muncunya film karya Ariffin C Noer berjudul "Serangan Fajar" tahun 1982, yang dengan jelas menggunakan istilah 'serangan fajar', dikisahkan bahwa serangan umum tersebut dilakukan pada pagi hari dimana sirine tanda jam malam usai. Bunyi sirine tadi digunakan sebagai tanda dimulainya serangan secara serentak dari pelbagai penjuru kota Jogja. Tentara republik berhasil merebut kota dan menguasai kota Jogja meski hanya selama enam jam saja.
Begitu heroiknya momen dalam film tersebut hingga merasuk ke dalam jiwa penonton, hingga pula istilah 'serangan fajar' sering dan selalu digunakan maupun ditularkankan dalam kehidupan sehari-hari di waktu selanjutnya.
Bila dihubungkan dengan politik pada masa kini dan dengan pemilu atau pilkada, maka istilah serangan fajar muncul sebagai bentuk politik uang, yang dilarang oleh undang-undang pemilu. Serangan fajar yang dimaksud adalah pemberian amplop berisi uang dengan mendatangi langsung dari rumah ke rumah para pemilih dan menawari mereka amplop agar si empunya rumah mau memilih pada si pemberi amplop.
Hal itu biasa dilakukan pada malam hari selama masa tenang, bila waktu pencoblosan tinggal satu hari pemberian amplop itu sampai dini hari. Disinilah istilah serangan fajar sebenarnya lebih tepat digunakan.
Serangan fajar kadang dilakukan oleh semua calon dengan 'orang suruhan'-nya masing-masing. Sehingga sampai ditangan pemilih sering terjadi tawar menawar seberapa banyak amplop akan berpengaruh dalam pencoblosan nantinya.
Adakalanya 'serangan fajar' itu hanyalah isu semata, didalam masyarakat kampung sering pula dibentuk penjaga khusus anti serangan fajar. Mereka akan mencurigai dan menangkap setiap orang yang belum dikenal yang datang bertamu ke kampung mereka. Keributan kecil acapkali terjadi terkait adanya serangan fajar.
Dalam masyarakat yang masih belum sejahtera sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dalam hal ini adalah tentang pemilu. Tentang cara meraih suara sebanyak-banyaknya yang melawan hukum.
(Tabuhgong)
Serangan Fajar
Reviewed by seno
on
11:59:00
Rating:
maaf kali ini saya nggak nyoblos...
ReplyDelete(soale bupatinya baru, heeee)
Ini mas zachflazz kah?
ReplyDeleteBetul, itu Mas Zach yang gagal move on dari blogging. hihi
Deleteklo mau download film film jadul di atas, ada ga ya??
ReplyDeleteSerangan fajar tetap menjadi senjata ampun untuk memenangi pertarungan pemilu. Kadang serangan fajar menjadi penentu akhir dari satau kampanye. Dan pasti itu tetaplah akan ada. Kalau aku ikut nyoblos karena kesadaran sendiri demi masa depan bangsa atau wilayah daerah agar menjadi lebih baik, Ih sok politikus amat diriku ini.
ReplyDeletesaya malah nggak pernah diserang serangan fajar :)
ReplyDeletesama nih, nunggu di hampiri, tapi ngga ada yg dateng ngasih rejeki serangan fajar
Deletedaerah saya hari ini gak ada pilkada, cuma dapet liburnya aja hehee
ReplyDeleteBetul mas ...saya saring ngalamin serangan fajar...seranganya kaya tembak membombardir gitu...dor......dor...dor....sampe klepek..klepek ...gitu..deh...
ReplyDeleteMusim pilkada ini di daerah saya sama sekali gak ada serangan fajar, soalnya daerah saya gak kebagian pilkada, cuma kebagian liburnya saja. Lumayan. hehe
ReplyDeletetahun ini jawa tengah jadi penonton aja
ReplyDeletesaya malah menunggu kalau ada yg nawari duit tuk nyoblos hehehe
ReplyDeletedalam perang gerilya di jaman yogya kembali tea, serangan fajar sangat menentukan kemenangan itu
ReplyDeleteKalau ada serangan fajar, saya sih terima aja mas, Tapi untuk memilihnya itu suara hati... ambil uangnya jangan pilih orangnya...
ReplyDeletesetelah dicoblos ngantepin rakyat, itu realita sekali ya mas :)
ReplyDeletetapi apalah kita yang hanya rakyat biasa..
Saya Paling suka sama serangan fajar.... Tapi ga ikut nyoblos heheheee
ReplyDelete