BULAN-BULAN TERAKHIR
*Pondok Little Bohemia
Bulan april, geng Dillinger tinggal di persembunyian yang disebut pondok Little Bohemia, milik Emil Wanatka, di Manitowish Waters, Wisconsin bagian utara. Geng tersebut dijamin oleh pemilik pondok takkan ada masalah, tetapi mereka tetap mengawasi Emil dan keluarganya, saat berbelanja keluar atau sedang menelepon. Istri Emil, Nan Wanatka dan adiknya berusaha mengelabuhi "Baby Face" Nelson, yang membuntutinya. Namun mereka berhasil juga mengadakan kontak dengan kantor jaksa di Chicago. Lalu meneruskan laporan tersebut ke divisi penyidikan, BOI. Beberapa hari kemudian sejumlah agen federal yang dipimpin oleh Hugh Clegs dan Melvin Purvis menggerebeg pondok tersebut keesokan harinya. Dua ekor anjing pelacak mengindikasikan kedatangan mereka. Tetapi komplotan itu terlalu terbiasa dengan gonggongan anjing milik Nan Wamatka dan kurang menyadari keadaan. Hanyalah saat agen federal salah menembak orang lokal dan dua orang pekerja konservasi indian. Ketika keduanya akan mensarter kendaraannya yang dikira itu adalah Dillinger dan komplotannya yang akan kabur. Tembak menembak akan terjadi antara dua kelompok berlangsung sebentar lagi, namun seluruh anggota geng telah mengatur rencana meloloskan diri dengan bermacam cara. Kendati upaya para agen federal untuk mengepung pondok dengan rapat. Agen W. Carter Baum tertembak mati oleh "Baby Face" Nelson selama penggerebegan itu, saat itu Nelson telah terpisah dari kelompok.Pada hari berikutnya, Dillinger, van Meter dan Hamilton yang sedang dalam pelarian di Hasting, Minessota, saling bertengkar tentang siapa yang harusnya dianut pemikirannya. Dalam perkelahian tersebut Hamilton terluka, merasa menang Dillnger menyuruh Hamilton menemui Joseph Moran, namun dia menolak merawat Hamilton, akhirnya ia meninggal karena kehabisan darah pada 3 april 1934. Dillinger, van Meter dan anggota geng Barker-Karpis menguburkannya. Dillinger dan van Meter lalu menemui Caroll dan kemudian mereka bersama menghabiskan bulan mei dalam persembunyian. Pada 7 juni ketiganya digerebeg oleh polisi, Caroll tewas dalam penyergapan tersebut. Dillinger dan van Meter bergabung setelah berpencar seminggu kemudian.
Pada juli 1934, Dillinger benar-benar bebas dari pengawasan dan tak terlacak oleh para agen. Ia melintas ke Chicago menggunakan nama samaran Jimmy Lawrence, yang mirip dengan seorang penjahat kelas teri dari Wisconsin. Dillinger mendapat pekerjaan sebagai clerk/pramuniaga disebuah toko dan menemukan kekasih barunya bernama Mary Evelyn "Billie" Frachette. Yang dapat memahami tentang dia, siapa sebenarnya Jimmy. Meski pernah dipenjara karena melakukan tindak kejahatan di kota besar seperti Chicago. Dillinger bisa dengan leluasa memakai identitas baru untuk sementara. Apa yang tak disadari oleh Dillinger adalah bahwa pusat agen federal sedang mengadakan penyisiran di seluruh kota Chicago. Ketika mereka menemukan mobil yang terdapat bekas darah yang mengering, dan setelah diidentifikasi sebagai mobil yang digunakan Dillinger untuk melarikan diri, di sebuah jalan di Chicago. Maka mereka menarik kesimpulan bahwa Dillinger tengah berada di kota Chicago.
Kepala divisi penyidikan BOI, cikal bakal FBI, J. Edgar Hoover membentuk satuan tugas yang bertugas menelusuri Dillinger pada 21 juli. Seorang madame dari Gary, Indiana bernama Ana Cumpanas yang dikenal sebagai Ana Sage mengontak polisi. Dia adalah seorang imigran asal Rumania yang terancam di deportasi karena "memiliki moral rendah". Dan menawarkan sebuah informasi tentang Dillinger pada para agen federal. Rupanya Dillinger selama ini memakai nama palsu, dan Ana menggunakan informasi ini agar tak jadi di deportasi. Agen federal menyetujuinya, Cumpanas mengatakan bahwa Dillinger sering mengunjungi rumah bordil miliknya dan menjadi langganan Polly Hamilton. Dan ketika Dillinger berkencan dengan Polly Hamilton untuk menonton film keesokan harinya. Cumpanas setuju untuk menyarankan pada Polly agar memakai gaun berwarna orange yang di sesuaikan dengan warna gedung theater. Dengan begitu polisi dan agen federal dapat mudah mengenalinya. Namun mereka tak yakin kemanakah gedung theater tujuan dari Dillinger dan teman kencannya tersebut. Ana Cumpanas menyebutkan dua nama yaitu Biograph Theater dan The Marbro.
Sebuah tim gabungan antara agen-agen federal dan polisi dari luar kota Chicago dibentuk. Polisi Chicago sendiri tidak dilibatkan karena dirasa saat itu punya reputasi buruk karena korup, sehingga kemungkinan gampang diajak kompromi. Tak memberi ruang untuk meloloskan diri, polisi membagi kekuatan menjadi dua tim. Saat itu tanggal 22 juli, satu tim ditempatkan di sekitar Marbro Theater disebelah barat kota Chicago. Satu tim lainnya mengepung Biograph Theater yang berada di 2433 North Lincoln Avenue, bagian utara kota Chicago. Selama pengepungan manager Biograph Theater mengira para agen yang sedang mengepung tersebut adalah sekelompok perampok, ia lalu menelepon kantor Chicago yang langsung meresponnya. Segera sekelompok polisi Chicago diterjunkan, namun tak jauh dari lokasi penyergapan, para agen federal menghentikan mereka. Dijelaskan bahwa para agen federal tengah mengepung seorang target penting.
Biograph Theater dan Kematian
Dillinger sedang menonton film 'Manhattan melodrama' di Biograph Theater bersama Polly Hamilton, dan Anna Cumpanas menyatakan bahwa Dillinger berada di dalam gedung film itu. Agen yang mengepalai tugas penyergapan tersebut mengontak J. Edgar Hoover, meminta instruksi lebih lanjut. Hoover menyarankan untuk tetap menunggu di luar daripada mengambil resiko besar dalam kerumunan penonton. Dia juga mengharapkan agar jangan sampai terjadi kesalahan ketika salah satu anggotanya bisa saja menembak Dillinger di tengah keramaian. Saat film usai, Melvin Purvis berdiri di depan pintu keluar dan memberi tanda dengan menyalakan sigaret ketika Dillinger keluar. Melvin dan para agen yang lain melaporkan bahwa Dillinger sempat menoleh ke arah para agen dan merasa curiga sewaktu berlalu dari dalam gedung, menyeberang jalan kemudian mengajak teman wanitanya untuk bergegas.
Tangannya berusaha mengambil senjata dari dalam pakaiannya namun gagal, kemudian ia berlari dan saat itulah para agen menembakinya. Dillinger tertembak dari belakang dan jatuh dengan muka terlebih dulu, setelah ia mencoba lari. Dua wanita yang berada dijalanan sekitar tempat kejadian terluka terkena peluru nyasar pada betisnya dan satunya lagi terkena pecahan bangunan pada wajahnya. Dillinger terkena tembakan 3 kali, dua didada, salah satunya tepat dijantungnya dan yang ketiga adalah sebuah tembakan yang mengenai leher belakang dan tembus ke bagian bawah mata kanannya. Meski tiga agen telah menembak Dillinger, Charles Winstead meyakini tembakannyalah yang telah tepat membunuh Dillinger. Sebuah ambulans didatangkan ke TKP dan memastikan Dillinger tewas dengan cepat karena luka tembaknya. Pada pukul 10.50 malam tanggal 22 juli 1934 John Dillinger dinyatakan tewas di Alexian Brother Hospital. Menurut penyidik, Dillinger tewas tanpa sempat mengucapkan kata-kata.
Tubuh Dillinger yang sudah mati diperlihatkan pada publik pada Cook County Morgue, Dillinger dikuburkan di Crown Hills, Indianapolis. Makamnya kemudian dipindahkan beberapa kali karena vandalisme, sering dijarah orang untuk mengambil secuil fragmen sebagai suvenir.Source
Kisah John Dillinger bagian 4
Reviewed by seno
on
14:30:00
Rating:
MENYUKAI ARTIKEL ANDA DAN SUDAH JOIN THIS SITE,
ReplyDelete@Basid=> terimakasih banyak suportnya, salam kenal
ReplyDeletesalam, selamat buka2an :D
ReplyDeletealhamdulillah...
ReplyDeletetambah ilmu baru lagi di sini
Terima kasih
@penyuluh perikanan=>sama sama mas penyuluh
ReplyDeletekisah yang baru kutahu...
ReplyDeletemenakjubkan hatiku... :)
super sekali postingannya.. semoga kita bisa mengambil hikmah dari sisi peristiwa di atas..
ReplyDeletesalam silaturrahmi dari saya sahabatku...
@anisayu=> tengkiu, mak cless
ReplyDelete@lukman hakim=>super juga sobat,terimakasih
@anisayu=> tengkiu, mak cless
ReplyDelete@lukman hakim=>super juga sobat,terimakasih
membayangkan amerika saat dulu yang ramai dengan mafia, penuh intrik dan kekejian yang tertutupi tapi tercium baunya..hmm sungguh menakutkan :)
ReplyDelete@BlogS of Hariyanto=> yah suasana kacau yg klasik
ReplyDeleteCerita yang hampir mirip di negara kita. coboy-coboy jalanan semakin berani dan leluasa.
ReplyDelete. . numpank baca aja ya?!? lumayan sambil nunggu buka. he..86x . .
ReplyDelete@djangkaru bumi=> terimakasih sob
ReplyDelete@mahadhifa=>kadang aku suka bercanda sekedar menghilangkan sedikit stress, maaf kalau tidak berkenan.
. . walachhhhhhhhhhhhhhhhhh,, gpp kawan. gak usah pake minta maav segala. he..86x . .
Deleteceritanya nyeremin tapi asyik..
ReplyDeleteBaru Tau Klo Ada Kisah Kaya' Gini, Siip Tambah pengetahuan Nie..
ReplyDelete@blog alternatif=> ya makasih, saya mencari yg beda saja sob
ReplyDeletecerita berbau detektif begini, saya paling suka, sob...
ReplyDeleteTegang, mengasyikkan....
@Yadi Karnadi => terimakasih dukungannya
ReplyDeleteini sambungan yg kemaren ya, apik n manfaat, tq 4 share :)
ReplyDelete@waroeng coffe=> loh sampeyan wong jowo to mas, oks
ReplyDeletematur nuwun
udah mati pun masih gak tenang ya.
ReplyDeleteBerkunjung sambil baca kisah John Dillinger bagian 4
ReplyDeleteBULAN-BULAN TERAKHIR ini.Oy sekalian sop,selamat ya tuk PR Googlenya,pecah tuh,hehe.
Nice share,thanks ya,happy blogging ajah.
Nice post :)
ReplyDeleteKunjungan balik nih mas
Salam kenal kembali yaa
kunjungan menjelang saur, saya baru tahu cerita ini, Gan
ReplyDeletesalam
wah makasih ya informasinya
ReplyDeleteberkunjung sobat.,
ReplyDeletetukar link yuk.
Dillinger suka dengan lagu...
ReplyDelete"Get a looong , little dogies , get a looong , get a looong"