Banner ads

Eksekusi Mata Hari


Kisah berikut ini adalah lanjutan dari kisah siponase Mata Hari.

      Seperti dituliskan oleh seorang saksi mata yang turut melihat bagaimana Mata Hari menjalani masa akhir hidupnya. Dia adalah wartawan dari Britania bernama Henry Wales, berikut adalah tulisannya :
Pagi itu matahari masih bersembunyi dibalik cakrawala, dingin hawa menusuk sampai tulang meski jaket tebal sudah dikenakan. Kalender menunjukkan bulan Oktober tanggal limabelas 1917. Perang dunia I masih berkecamuk di benua Eropa dan disalah satu sudut kota Paris, tepatnya di penjara Saint Lazzare. Pagi itu lain dari biasanya meskipun kesibukan perang masih mendominasi. Namun di penjara yang masih sunyi dua buah kendaraan berhenti dihalaman. Sejenak kemudian turunlah beberapa orang dari dalam kendaraan itu. Dari dalam kendaraan paling depan turun pendeta Arbaux bersama seorang suster, seorang pengacara bernama Maitre Chanel dan yang terakhir turun adalah kapten Buchardon. Sementara dari kendaraan dibelakangnya turun dua prajurit dan seorang wartawan.

      Dengan kapten Buchardon sebagai penunjuk jalan, mereka berjalan memasuki ruang tahanan dimana seorang tahanan wanita bernama Mata Hari masih lelap tertidur. Seorang tahanan wanita yang divonis mati karena menjadi mata-mata. Beberapa waktu sebelumnya dia telah berusaha menyurati presiden Perancis, guna meminta permohonan pemberian grasi. Namun permohonan itu ditolak oleh presiden Perancis dan hari itu kendaraan penjemput telah datang dan siap membawa Mata Hari menuju tempat eksekusi.

       Tak pernah sebelumnya kekerasan hati dan kecantikan wajahnya membuat ia gagal. Pendeta Arbaux didampingi seorang suster bersama pengacara Mata Hari, Maitre Chanel dan serta kapten Buchardon memasuki sel. Saat itu Mata Hari masih lelap dan dengan lembut seorang suster membangunkannya. Ketika Mata Hari terbangun lalu suster itu mengatakan bahwa saatnya telah tiba.
"Bolehkah saya menulis sebuah surat ?"
hanya itu permintaan terakhirnya.
Kemudian dengan segera permintaan itu dituruti, kapten Buchardon memberinya sebuah pena, sebotol tinta serta beberapa lembar kertas dan amplop. Mata Hari lalu duduk diatas dipan dan mulai menulis, setelah selesai dilipatnya kertas itu dan dimasukkannya kedalam amplop. Dengan agak tergesa ia memberikan amplop surat itu kepada pengacaranya, Maitre Chanel.

www.mata-hari.com

      Mata Hari kemudian dengan tenang mulai mengenakan stoking, setelah para pria membalikkan badan. Hitam dan ketat menutupi kedua kakinya, lalu ia memakai sepatu berhak tinggi. Dia bangkit untuk mengambil jubah beludru warna hitam yang dipinggirnya berhias bulu hingga kerah leher. Jubah itu ia gantungkan diatas dipan setiap selesai memakainya dan kini ia akan memakainya untuk terakhir kali. Rambut panjang yang hitam legam itu masih ia kepang melingkari kepalanya. Lalu ia mengenakan topi hitam dengan hiasan pita-pita panjang menjuntai. Sarung tangan yang juga berwarna hitam terakhir ia kenakan, dengan sikap acuh tak acuh ia pun berkata :
"Saya sudah siap"
Busana pesta yang ia kenakan membuatnya terlihat sebagai wanita yang terhormat. Beberapa saat kemudian kapten Buchardon pun mempersilahkan untuk mulai keluar dari sel menuju kendaraan penjemput. Sesampainya diluar penjara dan memasuki kendaraan, dia terlihat tenang tanpa ekspresi wajah yang penuh ketakutan dan kecemasan..tidak ada !

Kendaraan pun lantas berangkat melaju menuju tempat eksekusi. Melewati jantung kota Paris yang masih terlelap dan jalanan masih sepi. Hampir pukul setengah tujuh di pagi yang sang mataharipun belum sepenuhnya menampakkan sinarnya. Setelah menyusuri jalanan kota Paris cukup lama, kendaraan tersebut berbelok ke Vincenes Caserde, sebuah benteng yang pernah diserang Jerman pada tahun 1870, dimana disitu digunakan sebagai barak bagi tentara Perancis.

      Satu regu eksekutor telah bersiap dan sudah berbaris rapi di posisinya. Mereka berdiri tegap berjajar dengan senapan bersandar dipundak, moncongnya mengarah keatas. Sementara seorang komandan berdiri siaga dengan pedang ditangan kanan tersilang didadanya siap memberi aba-aba.
Kendaraan berhenti dan Mata Hari turun sambil dipapah oleh para pendampingnya, namun lagi-lagi ia menolaknya. Ia berjalan ketempat eksekusi dengan tegar dan ketabahan luar biasa. Disebuah tempat terbuka yang berlatar dinding tanah yang agak tinggi, dimana dia akan berdiri menunggu hidupnya bakal terampas. Kira-kira berjarak delapan meter dari para calon eksekutornya.

      Pendeta Arbaux kemudian memberi wejangan dan menuntun Mata Hari untuk berdoa. Setelah itu seorang perwira militer Perancis mendekat dan membawakan sehelai kain putih untuk menutup mata. Suster menerimanya lalu memakaikan kain itu di kepala Mata Hari agar menutupi matanya. Dan dengan pasrah mereka melepas Mata Hari menuju tempat eksekusi.
"Haruskah saya memakai itu ?"
tanya Mata Hari kepada pengacaranya saat sekilas ia melihat kain penutup mata tersebut. Maitre pun balik bertanya pada perwira tadi.
"Jika madame memilih tak memakainya, silahkan saja"
kata perwira tadi buru-buru menyahut.
Tangan Mata Hari tidak terikat dan tanpa penutup mata, ia berdiri menatap para eksekutornya. Ketika pendeta dan lainnya mulai menjauh darinya komandan regu pun mempersiapkan diri. Mengambil posisi lalu mengacungkan pedang yang mengkilat terkena sinar matahari yang sudah beranjak meninggi. Gerakan pedang itu akan menentukan segalanya akan segera berakhir.

      Dengan suara yang lantang memberi komando kepada para eksekutor yang telah sejak tadi berdiri kaku dengan senapan dipundak mereka. Segera begitu suara komando terdengar, moncong-moncong senapan itu serentak diarahkan ke target sasaran yang telah siap pula menerima takdir. Pedang yang teracung ke udara belum diturunkan dan semua mata menatap sasaran. Dan suara letusan pun akhirnya terdengar setelah pedang komando diturunkan, asap abu-abu mengepul dari moncong senapan.

      Mata Hari pun jatuh tertelungkup dengan mata masih menatap pada para eksekutor. Seseorang letnan lalu mendekat untuk memastikan apakah ia sudah meninggal atau belum. Dan letnan itu mengatakan bahwa ia sudah meninggal, usailah sudah proses eksekusi itu, Mata Hari mati bukan sebagai penari eksotis atau seorang bintang. Namun ia mati sebagai terpidana mati karena tuduhan menjadi mata-mata ganda.
Eksekusi Mata Hari Eksekusi Mata Hari Reviewed by seno on 07:38:00 Rating: 5

10 comments:

  1. bog kamu cepet loadnya bro.. :D mantebss. :D

    ReplyDelete
  2. trims infonya dan komentarya

    ReplyDelete
  3. kunjungan balasan,
    sambil baca2 artikelnya

    ReplyDelete
  4. Saya blogwalking kemari. Terima Kasih sudah berkunjung.

    Ditunggu follow baliknnya ya ... :D

    @Salam Kenal

    [ Unimportant Notebook ]

    ReplyDelete
  5. bro follback blog saya > http://liong-seo.blogspot.com/ saya udh follow di blog sobat, dengan nama liong outsider, ditunggu follbacknya, awas klo ndak follback, hehehe, makasi :)

    mari saling berkomentar, :)

    ReplyDelete
  6. Baru tahu sobat..
    Ternyata ada juga yang namanya Eksekusi mata hati yah...
    Terima kasih sudah berbagi info sobat
    selamat malam

    ReplyDelete
  7. bukan mata hati sob , tapi mata hari..
    thnx juga buat semua..

    ReplyDelete
  8. Ada berbagai jalan menuju kematian. Kematian akan dialami oleh semua makhluk hidup. Sesuatu hal yang sudah pasti dan tidak terelakkan oleh manusia. Manusia 'bebas' untuk menentukan 'jalan' hidupnya. Hidup adalah pilihan. Semoga kita dapat menarik hikmah di balik cerita ini. Salam sukses buat Admin 'TabuhGong'.

    ReplyDelete
  9. wah harus baca yang pertama dulu nie supaya lebih menarik.

    ReplyDelete

Link Video Youtube, Mohon Review...tks
Silahkan di Like jika suka atau Dislike jika tidak suka.
Lihat disini : https://www.youtube.com/user/Gulagola/videos
JANGAN LUPA SUBSCRIBE YAA ..